Surat Kabar dan Majalah

By Asekebi - Mei 18, 2018



1.       
a.       Suratkabar
Pembahasan kali ini lebih menekankan pada sejarah suratkabar di Amerika Serikat. Mula-mula suratkabar di Amerika memiliki ciri antara lain:
·      Hanya terdapat beberapa lembar di surat kabar
·      Tukang cetak dan kepala kantor pos melakukan peran besar dalam menerbitkan surat kabar di awal
·      Berita yang dulu tidak secepat berita yang sekarang
·      Ide dari penulis berita tidak di biayai oleh pemerintah colonial
Pada awal mula, sekitar abad XVII, usaha penerbitan suratkabar merupakan hal yang sulit di Amerika. Beberapa suratkabar seperti Boston Newsletter, New England Courant, dan Public Occurance both Foreign and Domestic harus gulung tikar karena pada saat itu ada kebijakan dimana suratkabar yang terbit harus memiliki izin dari pemerintah colonial Inggris di Amerika.
Inovasi pada suratkabar baru muncul setelah penerbitan Pennsylvania Gazzete. Dari suratkabar ini lahirlah bentuk suratkabar dengan tampilan modern dan cetakan berkualitas baik. Suratkabar ini juga mendukung profesi jurnalis sebagai profesi yang terpandang.
Pada zaman revolusi fisik Amerika, jumlah percetakan suratkabar di Amerika bertumbuh pesat. Tercatat pada rentang tahun 1790-1830 muncul berbagai surat kabar. Pada tahun 1820, terdapat  24 surat kabar harian, 66 surat kabar campuran, dan 422 mingguan. Kemudian pada tahun 1830, digunakan alat cetak tenaga uap dengan kemampuan mencetak 4000 lembar per jam.  Suratkabar membantu perjalanan Amerika dalam menciptakan iklim demokrasi. Masyarakat dengan mudah mendapt informasi melalui suratkabar.
Kemudian di era 1830-1845, koran-koran mulai bermunculan di New York. Tercatat ada tiga suratkabar besar yang lahir di era ini: New York Herald, New York Sun dan New York Tribune. Ketiga koran ini berpengaruh dalam alur penerbitan surat kabar dimana ditemukan teknik dan dasar dari penerbitan berita di suratkabar. Hingga akhir 1800-an, suratkabar berkembang menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan. Beberapa suratkabar meningkatkan jumlah eksemplar demi meraup keuntungan. Iklan mulai merambah dunia suratkabar dan menjadi salahsatu pemasukkan. Persaingan antar pemilik suratkabar juga terjadi. Hal ini dibuktikan dengan suratkabar yang berlomba untuk menyajikan kisah-kisah yang dianggap laku di masyarakat.
Sedangkan, sejak tahun 1900 hingga saat ini, suratkabar mengalami penurunan pamor. Berbagai peristiwa menyebabkan turunnya pamor suratkabar. Dimulai dari depresi besar di tahun 1930 dan ditambah dengan ongkos produksi yang membengkak. Kemudian di era modern, media massa online seperti internet mulai mengancam keberadaan suratkabar. Penyatuan suratkabar menjadi hal yang wajar. Namun, penyatuan tidak menyelesaikan masalah. Popularitas suratkabar tetap menurun. Hingga kini, meskipun tetap bertahan, namun suratkabar sudah mengalami penurunan popularitas, tidak seperti dahulu.

Untuk Indonesia sendiri, suratkabar milik Indonesia asli mulai bermunculan di awal abad 20, dimulai dengan penerbitan Medan Prijaji oleh RM. Tirtohadisoerjo. Kemudian, pergerakan nasional yang dimulai sejak 1908 membangkitkan juga penerbitan suratkabar kebangsaan seperti Oetoesan Hindia oleh Tjokroaminoto, Soeara Rakjat Indonesia dan De Express. Namun keberadaannya saat itu sangat ditentang oleh penjajah Belanda. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi saat Perang Dunia kedua dimana Jepang yang menguasai Indonesia mengontrol ketat berita dan peredaran berita melalui suratkabar. Pada masa Jepang, suratkabar yang biasa ditemui ialah Tjahaja, Soeara Asia, Asia Raja dan Sinar Matahari.
Perang Dunia dimenangkan oleh pihak sekutu dan menjadi tonggak berdirinya RI. Pada tahun 1946, Belanda yang saat itu berupaya untuk kembali menjajah Indonesia juga ingin kembali menguasai peredaran suratkabar di Indonesia. Namun, rakyat dengan perjuangannya melahirkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 1946 di Surakarta dan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar. Kehadiran dua organisasi ini membantu eksistensi suratkabar perjuangan di wilayah Republik.
Ketika Indonesia sudah terbebas dari penjajah, suratkabar dapat berkembang pesat. Pada era demokrasi liberal, suratkabar merupakan corong bagi partai politik. Beberapa partai politik memiliki surat kabar sebagai alat kampanye yang efektif kala itu. Ada 105 suratkabar pada zaman ini, antara lain Harian Rakjat milik PKI, Pedoman milik PSI dan Suluh Indonesia milik PNI. Trend ini berubah di zaman Orde Baru dimana di era 1980-an, sebuah suratkabar harus memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan). Suratkabar yang tidak berizin akan ditutup oleh Departemen Penerangan kala itu.
Era reformasi yang berlangsung sejak 1998 hingga saat ini memberi angin segar bagi pers untuk berkembang. Industri pers menjadi raja industri baru di tanah air, seperti Kompas Gramedia, MNC Group, JawaPos Grup dan Media Grup. Tampilan suratkabar kini juga mulai bergeser menjadi media online, seperti Kompas e-paper.

b.       Majalah
Di Amerika sendiri, penyebaran majalah baru dimulai pada abad XVIII. Tahun 1741, persaingan antar Ben Franklin dan Andrew Bradford melahirkan dua majalah yang menjadi cikal bakal majalah modern. Sejak saat itu, muncul majalah-majalah lain, dimulai pada tahun 1757 dengan terbitnya American Magazine Cchronicle di Philadelphia. Kemudian, saat perang revolusi, majalah menjadi media bagi kaum intelektual untuk menciptakan opini publik di masyarakat.
Pada perkembangannya, jenis majalah yang sangat diminati audiens merupakan majalah yang memadukan berbagai isu seperti politik dan ekonomi. Pada era 1820-1840, majalah-majalah seperti Saturday Evening Post, Graham dan Haper’s Monthly mulai mendapat hati di masyarakat pembaca dengan membawakan topik-topik tertentu yang inspiratif. Majalah sendiri baru mengalami kemajuan signifikan pada akhir abad XIX. Hal ini muncul karena adanya inovasi dan kemudahan yang didapat oleh perusahaan majalah untuk mencetak dan ongkos cetak yang murah. Di tahun 1900, tercatat ada 1800 majalah di Amerika Serikat.
Pada era 1900-an hingga sebelum Perang Dunia kedua, majalah menemukan bentuk yang saat ini masih digunakan, yakni intisari, berita dan gambar. Beberapa majalah yang hadir di era ini antara lain Look, Life, dan Time. Setelah Perang Dunia, konsep majalah bertema menjadi sesuatu yang lazim bagi pembaca. Konsep ini dipertahankan hingga saat ini dan dibuktikan dengan bertahannya majalah seperti Playboy. Hingga kini, majalah masih berusaha mempertahankan eksistensinya di bidang media dengan melakukan inovasi baru yang sejalan dengan identitas majalah itu sendiri.

Di Indonesia sendiri, penerbitan majalah yang dilakukan oleh orang Indonesia asli dimulai pasca kemerdekaan RI. Majalah Pantja Raja menjadi pionirnya disusul oleh Menara Merdeka di Ternate yang mencatat siaran RRI yang ditangkap di Ternate. Kemudian ada juga majalah berbahasa lokal seperti Obor dengan bahasa Jawa.
Majalah di Indonesia baru berkembang pesat saat Orde Baru. Pada masa Orde Lama, majalah tidak terlalu banyak jumlahnya, hanya ada beberapa kala itu. Contohnya ialah Star Weekly. Sedangkan di zaman Orde Baru, muncul majalah-majalah seperti Tempo, Gatra, Gadis dan lainnya. Majalah pada kala itu dapat dibedakan sesuai topik yang dibahas, seperti politik, gaya hidup, hukum, ekonomi dan pertanian. Keadaan ini terus berkembang dan didukung dengan kebebasan pers di Era Reformasi yang menghasilkan majalah-majalah dengan genre tertentu sesuai kebutuhan pasar hingga saat ini.

c.       Contoh kasus pada majalah dan suratkabar
Beberapa kasus pada suratkabar maupun koran merupakan bentuk pelanggaran dari asas wartawan yang bermoral, netral, taat hukum, professional dan demokratis. Contoh pelanggaran pada hal moralitas dapat dilihat pada Koran Lampu Hijau yang sering mengangkat kasus pornografi dan dikemas dengan bahasa yang tidak layak dikonsumsi khalayak.

  • Share:

Liat Materi Lainnya

2 comments